Sabtu, 08 Desember 2012

Penyakit KEPO


Setiap pulang kerumah, selalu saja sepi kudapat. Teman setia hanya TV yang selalu menyala dari pagi hari hingga tengah malam saat aku membuat tulisan ini. TV sengaja ku setel, tapi tak kutatap. Volumenya sengaja kukencangkan hanya untuk membuat kesan rumah men jadi ramai.
Bagusnya modem sudahku isi. Membuka internet mencari bahan untuk tugas kuliah tadinya, eh malah kelamaan buka jejaring social. Sebenarnya malas juga memanfaatkan penemuan abad 20 ini. entahlah, banyak manfaat atau mudaratnya mempunyai sekian banyak akun yang sebenarnya tak perlu, karena tidak melalui dunia maya ini kami juga bisa saling bercengkrama. Toh, temanku ya paling itu-itu saja.  Yah, paling adalah beberapa teman baru dan teman yang sudah lama tak jumpa. Tapi balik lagi ya itu-itu saja. Sebenarya manfaat lain juga banyak. Seperti informasi mengenai apapun mudah dijangkau karena deras bergulir mengganti timeline sebelumnya.
Aku kembali menatap layar netbookku. Kubuka akun facebook, twitter, blog, email, youtube, minnanokyozai.jpn.net, dan tak pernah ketinggalan google. Jauh melebihi rasa ingin tahuku terhadap tugas kuliah, aku terkadang terhanyut tenggelam membaca status orang lain. dibawah alam sadar keingin tahuan bertambah hingga membuka setiap profile yang kebetulah kulihat statusnya. Mencari tahu lebih mendalam orang tersebut, lalu membuat kesimpulan. Alah mak penyakit macam apa ini… Kubilang ini jenis penyakit baru. bisa kecanduan yang menimbulkan kerugian untuk orang lain jika diteruskan.
Dibilang kepo, ya ini mah pasti kepo. Tak ingin kepo, gak bakal bisa. Munafik kalau ada orang gak pernah gak kepo. Apalagi jejaring social sekarang  isinya curhatan semua. Aku pernah mengalaminya. Menaruh semua isi hati kedalam setiap status. Ketika ada orang yang berkomentar rasanya seperti menemukan orang yang mengerti atau sekedar peduli. Apakah ini salah?
Namanya ruang social jika didalamnya diselipkan tentang privasi lalu meluas maka itu resiko. Tapi ada orang yang suka melakukan itu. Saya pernah, mungkin Anda juga. Tapi sekarang saya sedang mencoba untuk memanfaatkan jejaring social ini hanya sekadarnya. Jujur saja karena saya trauma. Ketika profil saya dilihat orang, orang mencari tau tentang saya, bahkan ada yang tega mengerjai itu rasanya seperti sedang “ditelanjangi”. Membuat kesimpulan seenaknya, mengutip perkataan lalu memfitnah. Hati orang siapa yang tahu. Sungguh menyakitkan.
Mungkin ada persegeran sikap disini. Naif memang. Tapi sayapun kapok melakukan hal yang sama. Mungkin hanya sekadar tahu statusnya itupun jika sengaja terlihat sudah cukup. Jika pun ingin menanggapinya ya boleh saja. Tapi jika kita ingin berbuat lebih maka sapalah dengan privat tidak melalui jejaring social. Mungkin itu bisa memberi penghargaan lebih apalagi dalam hal serius. Haaaah, kaku sekali jadinya…
     Entahlah, mungkin saya hanya perlu belajar sedikit lebih bijak karena tak dapat dipungkiri saya masih butuh jejaring social ini baik mengetahui informasi baru dan keadaan teman melalui statusnya. Lebih dari itu baiknya ditinggalkan. Belajar kepo yang bermanfaat…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar