Senin, 30 Januari 2012

Planet Cinta

Aku Venus. Aku berotasi dengan matahari sama seperti yang lain. Hanya saja arahku berlawanan. Hal itu juga yang membuatku terlihat beda dan menjadi lebih keras kepala ketimbang yang lain. Banyak yang bilang aku ini sebenarnya sangat menarik, hanya saja awan selalu menyelimuti tubuhku hingga orang tak pernah kenal dengan ku lebih dekat.
Pertama kali aku jatuh cinta aku ya dengan Mars. Dia berada bersebelahan dengan orang yang tak ku kenal dengan baik tapi selalu disampingku, Bumi. Aku baru saja mengenalnya dan itu pun tak sengaja. Warnanya yang kemerah-merahan membuat kesan misterius tetapi maskulin. Tak gampang ditebak tetapi terlihat meyakinkan. Dia lebih bersahabat dengan yang lain dibanding aku.
Hampir sebulan kedekatan kami. Tak membuat semua jauh lebih baik. Aku yang tertutup awan berusaha untuk sedikit terbuka. Tapi dirinya yang terlihat bersahabat, malah selalu menarik awan gelap yang akhirnya menutupi dirinya sendiri dariku. Pasca itu, aku sulit melihatnya. Selain ditutup awan gelap, Bumi temannya ikut juga turut menghalang-halangiku.
          “Hei kau, tolong minggir sedikit. Aku ingin melihat Mars!” teriakku ke Bumi.
          Bumi tak menggubris.                                                                 
Sering kali aku memintanya untuk minggir. Tapi dia tetap disana dengan wajah innocent. Oh, Bumi tolonglah aku….
Aku bosan mengharapkan Mars. Kegalauan makin membuatku jauh dengan sekitarnya. Rotasiku yang berlawanan membuat waktu berjalan semakin lama. Kebosanan ini terus menghinggapi, hingga tetanggaku yang selama ini bersama, Merkurius, memintaku untuk menjadi teman dekatnya. Aku dan dia memang sudah dekat sebelumnya. Hanya saja waktu tak pernah mengijinkan kita bersama.
Aku coba menjalani dengan Merkurius. Tak banyak yang aku bisa ketahui tentangnya. Yang ku tahu hanya ada satu pesawat antariksa, Mariner, yang pernah mendekatinya, dan hubungannya menjadi intim hingga sekarang. Aku pun mengenal Mariner. Kita bersahabat. Hubungannya dengan Merkurius terhenti ketika Mariner tak tahan dengan sikap pria itu yang arogan dan angkuh.

Rabu, 18 Januari 2012

kadonya "tawa"


Tepat pukul 00. 00-00.05, 18 januari 2012.
MCdonalds, rawamangun…
“Ini buat,mu… kamu kan ulang tahun…” katanya sembari menyerahkan kantong kresek berwarna putih.
Aku hanya tertawa.
“itu buat mu…” dia ikutan tertawa.
Aku buka kantong plastik itu dan menemukan sepasang sarung tangan sepeda berwarna putih.


“Gue bingung mau pilih warna apa. gue cuma ingat motor mu warna putih jadi gue pilih putih aja.”
“Tapi ini kan sarung tangan sepeda, bukan motor,” ujarku.
“Gak apa, bisa juga kok.”
Aku menjajalnya ditangan.
“Bagus kan?” dia menunggu persetujuanku.
“Haha, iya terimakasih ya… tapi kok gak dikadoin sih?”
“Abis kamu marah-marah mulu sih! Waktu aku mau bungkus eh kamu sms marah-marah, jadi males aku,” paparnya.
Aku jadi malu sendiri. “ah kamu mah gak romantis…” keluhku.
“Hahaha keren kan?!” belanya bangga.
Aku memandangnya sebentar. Dengan muka yang polos, dia kembali melebarkan senyumnya.
Hening sebentar…
Lalu kami tertawa bersama…
Terimakasih, untuk 5 menit itu…

*sebenarnya yang lebih membahagiakan itu "tawa" kami hahaha

Sabtu, 14 Januari 2012

Teduh

Sore itu aku terhenti dihalte bus roxy. Hujan turun disertai petir yang terus berdegum kencang. Aku memakirkan motorku sembarangan disisi kiri jalan tak jauh dari halte. Sudahlah yang penting masih bisa terlihat,pikirku.

Bukan hanya aku saja yang berdiam meneduh disitu. Ada sekitar 15 orang lain ikutan berdesak ketengah halte agar tak basah. Rata-rata mereka masih berpakaian rapih sepertinya baru saja pulang kerja. Lalu lintas didepanku lambat laun juga menjadi padat. Selain karena hujan sehingga pengendara kendaraan bermotor harus mengurangi kecepatannya, tapi juga karena salah kami yang berteduh memakirkan sembarangan kendaraan kami.

Yang berteduh makin lama semakin banyak. Sehingga aku terhimpit ke pinggir. Aku benar-benar kesal. Aku lupa membawa jas hujan sementara aku harus segera membawa surat penting yang tak boleh basah. Bapak botak disampingku innocent sekali, badannya besar terus bergerak menggeserku. Tak menoleh sedikitpun.

Yang lain terus menggerutu. Ibu berparas chinese sibuk membereskan plastik bawaannya. Yang perokok sudah menyembulkan asapnya ke udara. Yang diam sambil menoleh kanan-kiri sepertiku juga banyak. Semua rusuh dengan kesibukan masing-masing ditengah himpitan yang terus mengarahkanku ke arah selokan. Makin banyak bergerak makin aku cepat masuk kedalamnya. Semua sibuk taapi tak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya.


Kampreet

disamping ini sahabat terbaik saya. kurang lebih kita sudah berkawan selama lima tahun terakhir ini. pernah nonton sinetron "Kepompong" sekitar tahun 2008, kisah persahabatan SMA yag terdiri dari empat wanita dan satu pria. ya, kami seperti itu. kami mengklaim bahwa mereka yang meniru kami. karena kami resmi dibentuk kira-kira beberapa bulan sebelum sinetron itu keluar dengan nama Kamprettt hahaha


Guna. dia pria satu-satunya di genk kami. (hahaha seperti alay saja saya menyebut kami genk, tapi biarlah, toh kata Raditya Dika, alay salah satu proses menuju pendewasaan :) ). sebagai pria satu-satunya, justru kami yang melindungi dia hehhe. hobinya mendesain baju. kadang juga menjadi fashion desainer kami lewat komentarnya.


"Kamar"


Kamar ini dingin dan sempit. Tiap sudut ada saja barang yang tergeletak tak rapi. Apalagi ditambah aku berbaring. Makin sempit saja. Rasanya kamar ini tak mengijinkan aku untuk beristirahat. Aku terus berdiri agar tetap bisa merasa lega. Tega nian. Fisik sudah lemas begini…
 Tetesan air dikamar mandi terus terdengar.  Pernah aku coba hentikan tetesannya  tapi kerannya sudah rusak barang kali karena terlalu lama berkarat. Terpaksa ku nyalakan mp3 agar ruangan ini menjadi  sedikit ramai. Suara dan bunyi-bunyiaan akustik yang orang lain ciptakan itu mungkin bisa menggantikannya.
Aku berbaring menghadap langit kamar. Hanya terdapat lampu disana. Disitu terlihat lapang dan terang. Jauh dibawahnya ada aku berbaring penuh sesak. Aku ingin dilangit2 kamar, ingin berdiri atau duduk sebentra disamping cahaya itu agar bisa ku lihat jalan keluar dari kamar ini.
*kamar biasanya mempresentasikan pemiliknya

Jumat, 13 Januari 2012

Memainkan peran “Aku”


Tik,tok,tik,tok detik jam dan suara kipas angin menempel di dinding kamar setia menemaniku malam ini. Seharian nyaris tidak ada yang ku kerjakan. Padahal saat ini bukan waktu yang pantas aku diam. Di otakku berbagai ide dan angan ingin menyeruak keluar. Tapi badan seperti enggan menurutinya.
Bukannya malas. Hanya saja saking banyaknya jadi sulit memilih. Aku takut kebiasaan ku meninggalkan setengah angan yang sedang aku rintis untuk menjadi kenyataan terulang. Selalu saja ada pilihan yang membuatku harus meninggalkan semua mimpiku. Katanya mimpiku muluk.
Mulai dari nol lagi setelah setengah berjalan, rasanya sia-sia saja. Aku tak ingin mengidap paham fatalistic. Pasrah menerima segalanya. Terus-terusan mengulang yang sama juga bukan hal yang bagus. Aku seperti keledai saja.
Sebenarnya manusia itu apa? Ketika mereka mempunyai otak untuk berpikir mencari cara agar terbebas dari ketentuan hukum alam, tapi mereka kembali harus di hadapkan dengan sesuatunya yang tak pasti. Ujung-ujungnya harus pasrah juga. Seperti dipermainkan. Aku tak ingin bertengkar dengan Tuhan, karena jelas Dia Maha segalaNya. Aku lelah.