Jumat, 06 Desember 2013

Mudik (Last Post)

Rindu liburan…. T-T

Cek-cek data di komputer eh nemu foto-foto last post hasil liburan tahun lalu. Sedihnya… tapi dibuang sayang #halah.

Oke, gue akan certain sedikit ya! Musim mudik tahun itu gue gak pulang kampung. Keluarga pilih lebaran di Jakarta aja. Asik sih, tapi biasalah orang Indonesia latahan, pengen juga pulang kampung.

Akhirnya setelah lebaranan, gue cabut pulang kampung sendiri. Naik kereta ke Semarang menuju Demak. Capsus ke sana biasa sama orang tua tinggal duduk manis, gue ribet sendiri. Dari stasiun Tawang gue menuju terminal Terboyo. Naik bis tanggung empet-empetan sama yang lain. Hoalah, makkk panas, lengket…

Lanjut sampe terminal Demak, gue masih harus naik omprengan. Wah, yang ini lebih gokil. Lo bisa liat itu speaker segede gaban nangkring di atas. Lagu andalan dangdut koplo terus diputer ampe gue hapal dan buat kuping rada-rada hahaha…

Kabar bagusnya, pas banget di sana sedang ada perayaan “Syawalan”. Maklum rumah mbah gue deket laut. Keluarga gue nelayan semua. Perayaan ini sebagai tanda syukur atas rezeki yang melimpah. Rameee bukan main. Jalan ditutup. Gue diturunin di tengah jalan karena mobil gak boleh masuk.

Tiba-tiba datanglah si odong-odong yang sudah dirombak kap belakangnya jadi tempat duduk yang biasanya buat angkut ikan, jadilah gue yang ke angkut barengan ibu-ibu lain.



















Besoknya gue diajak ke laut naik perahu keluarga. Ini nih yang ditunggu. Semua orang dengan perahunya menuju ke tengah laut. Disana ada pulau kecil yang isinya pasir semua. Asiknya liat sunset kayak gini.



Tapi gokilnya, nih dia yang membuat gue terheran-heran. Ada yang jualan bakso dan bakmi di tengah laut cyiiiiinnnn…. Oh My God, ini cara ngangkutnya gimana? Kalau ada ombak gimana? Pasang gimana? Perasaan gue sih makan juga kagak bakal tenang gara-gara was-was hahaha…

Kamis, 17 Oktober 2013

Jadi Bu Guru

Masuk ke ex IKIP ini apa karena aku ingin menjadi guru? Dibilang bukan sih tidak juga. Lebih tepatnya karena ibuku yang menginginkannya. Mungkin diakhir kewajibannya menyekolahkanku, beliau ingin satu anaknya yang menjadi seorang guru. Ya, hanya guru yang mengajar lalu bisa pulang cepat katanya. 
Tidak salah memang keiinginannya itu. keinginan itu terinspirasi dari adiknya Mbahku yang menjadi guru pegawai negeri sipil di desa kecil daerah Boyolali.
Sekitar 15 tahun lalu, waktu itu, aku berkunjung ke rumah beliau. Mbahku mengajar SD. Beliau berangkat sesukanya karena jarak rumah dan sekolahnya hanya 15 meter. Sebelum berangkat, beliau memasak dulu untuk kami. Masuk mungkin jam 7 lewat. Aku iseng ikut ke sekolah bersama Mbahku dan sepupuku yang masih kelas 4 SD.
Senangnya menjadi anak “kota” ke desa itu ketika kita tiba-tiba menjadi populer diantara anak-anak seusiaku di sana ;p . Teman-teman sepupuku mengajak aku bermain bersama. Aku selalu didahulukan. Menjadi penting. Nah, saat aku tiba di sekolah, aku hanya duduk-duduk di ruang guru. Guru-guru menanyaiku macam-macam pertanyaan. Aku hanya bisa senyum-senyum. Maklumlah Mbahku yang perempuan ini termasuk yang paling lama dan dihormati.
Sungguh heran, aku ingat itu masih jam 9 pagi, sepupuku dipanggil ke ruang guru. Mbahku menyuruhnya untuk segera pulang dan bilang ke kakak perempuanku yang tinggal bersama mereka untuk memasak air. Cuma karena disuruh menyampaikan hal itu sepupuku bolos pulang ke rumah. Aku diajaknya pulang juga. Tidak lama Mbahku pun menyusul. Memasak lagi. Bercengkrama sebentar lalu ke sekolah lagi. Itulah inspirasi yang selalu diyakini oleh ibuku bahwa semua guru itu ya yang begitu.
Bekerja tapi bisa sambil mengurus rumah, mungkin itu maksud keiinginan mulia ibu. Aku juga ingin mengamininya itu akan tertular pada nasibku. Tapi semua tak semanis niatan ibu menuntun anaknya. Dari situlah semua bermula...
Tadinya aku sudah putus asa tidak ingin kuliah karena gagal UMB, aku inginnya bekerja. Toh, keputusanku seharusnya benar karena aku sudah diterima di salah satu radio di Jakarta untuk menjadi seorang penyiar. Ahh, itu cita-cita yang terunda. Ibu kekeh agar aku segera kuliah. Kesempatan itu ya cuma dibuka di kampus exIKIP ini. Cita-cita ibu terkabul…
Sayang semua tak semulus harapannya, aku salah jurusan dan akhirnya membuatku lama di kampus. Jurusan bahasa Jepang. Aku sih enggak terlalu suka dengan jurusan ini. Dan sekarang disuruh untuk suka beneran, oh itu menyiksaku. Betapa sulitnya belajar bahasa ini. Di exIKIP kami belajar tentang pendidikan. Itulah yang menyalamatkan nilaiku. Hampir semua nilai kependidikanku A. Itu saja yang menyakiniku untuk bertahan di sini selain menjadi guru untuk membahagiakan ibu.
Tibalah di semester akhir, aku akhirnya praktek menjadi calon guru. Mengajar di STM dengan murid dominan laki-laki membuatku agak kewalahan. Belum lagi sikap-sikap beberapa guru yang sepertinya sengaja “mengerjai” kami. Selain itu kami selalu menjadi bahan perhatian. Sikap dan tingkah laku selalu saja salah. Benar pun tak masuk hitungan. Anak-anak muridku lah yang selalu membuatku melupakan sejenak hal itu. Melihat tingkah anak ABG ini memang lucu. Ada-ada saja kelakuannya :)
Jujur saja, membangun keakraban dan memutus pola guru yang selalu benar dan ditakuti siswa tidak mudah. Salah-salah mereka malah berbuat kurang ajar, serba salah. Mengatur mereka untuk fokus dijam-jam akhir membuatku kewalahan. Begitu banyak hal yang harus dilakukan. tak semudah teori di kampus. Dari susahnya membuat soal, RPP,  silabus, menyediakan media. Dan yang puncaknya, ternyata mengajar sendiri itu sangat susah. Itu semua jauh sekali dari apa yang aku bayangkan tentang kehidupan Mbahku. Boro-boro pulang untuk memasak, bangun pagi sempat minum air saja sudah bersyukur. 
Ibu-ibu guru PNS di sekolah selalu mengeluh, tidak sempatnya mereka mengurus keluarganya di rumah. Akhirnya timbul kekhawatiran bahwa anak seorang guru bisa saja tidak lagi pintar malah yang paling bodoh. Karena ibu-ibu guru ini tak mengajari anaknya di rumah. Mengajari dalam hal ini bukan hanya soal pelajaran sekolah namun juga tentang sikap dan hidup. Mereka terlalu sibik mengurusi anak orang lain. Sungguh ironi!
Waktu masih SD sempat terlintas ingin menjadi guru. Tapi itupun karena hal sepele. Aku cuma ingin di panggil “Bu guru, bu guru!” hehe. Sekarang aku sudah dipanggil seperti itu. Tapi terkadang ada rasa malu jika aku belum bisa memberikan kepada siswa ilmu yang banyak dan bermanfaat. Panggilan “Bu guru” ternyata begitu sakral. Sangat bermakna. Merinding setiap mendengar siswa yang memanggil seperti itu. Terasa punya "hutang" untuk terus mengajarinya hingga mereka pandai.
Kekhawatiran mengenai hal itu sedikit menghilang. Misalnya, ketika sehabis ujian mereka bertanya apakah jawaban mereka benar atau tidak jika menjawab A. Timbul diraut wajah mereka khawatir jawabannya salah, dan ketika kubilang benar mere bersorak-sorai "yes, gue bener!" sepele namun berarti. Atau sekadar sebuah sapaan dan candaan menggunakan bahasa Jepang, tulisan acak-acakan anak-anak yang malah membuatku tertawa bahagia. Aku tau mereka sudah berusaha. Adalagi siswa yang mengeluh teriak-teriak tidak sanggup mengisi ujian tapi anehnya malah dia yang paling semangat berpikir dan focus, lalu nilainya bagus. Inilah yang membuatku selalu semangat ke sekolah.

Sabtu, 08 Desember 2012

Penyakit KEPO


Setiap pulang kerumah, selalu saja sepi kudapat. Teman setia hanya TV yang selalu menyala dari pagi hari hingga tengah malam saat aku membuat tulisan ini. TV sengaja ku setel, tapi tak kutatap. Volumenya sengaja kukencangkan hanya untuk membuat kesan rumah men jadi ramai.
Bagusnya modem sudahku isi. Membuka internet mencari bahan untuk tugas kuliah tadinya, eh malah kelamaan buka jejaring social. Sebenarnya malas juga memanfaatkan penemuan abad 20 ini. entahlah, banyak manfaat atau mudaratnya mempunyai sekian banyak akun yang sebenarnya tak perlu, karena tidak melalui dunia maya ini kami juga bisa saling bercengkrama. Toh, temanku ya paling itu-itu saja.  Yah, paling adalah beberapa teman baru dan teman yang sudah lama tak jumpa. Tapi balik lagi ya itu-itu saja. Sebenarya manfaat lain juga banyak. Seperti informasi mengenai apapun mudah dijangkau karena deras bergulir mengganti timeline sebelumnya.
Aku kembali menatap layar netbookku. Kubuka akun facebook, twitter, blog, email, youtube, minnanokyozai.jpn.net, dan tak pernah ketinggalan google. Jauh melebihi rasa ingin tahuku terhadap tugas kuliah, aku terkadang terhanyut tenggelam membaca status orang lain. dibawah alam sadar keingin tahuan bertambah hingga membuka setiap profile yang kebetulah kulihat statusnya. Mencari tahu lebih mendalam orang tersebut, lalu membuat kesimpulan. Alah mak penyakit macam apa ini… Kubilang ini jenis penyakit baru. bisa kecanduan yang menimbulkan kerugian untuk orang lain jika diteruskan.
Dibilang kepo, ya ini mah pasti kepo. Tak ingin kepo, gak bakal bisa. Munafik kalau ada orang gak pernah gak kepo. Apalagi jejaring social sekarang  isinya curhatan semua. Aku pernah mengalaminya. Menaruh semua isi hati kedalam setiap status. Ketika ada orang yang berkomentar rasanya seperti menemukan orang yang mengerti atau sekedar peduli. Apakah ini salah?

Jumat, 20 Juli 2012

surat untuk, Bumiku...


Mengelilingi alam semesta. Itulah cita-cita kita, bumiku. Meskipun berjuta meteor  siap menghadang,  kita akan tetap bersinar bersama bintang-bintang yang turut serta menemani kebahagiaan kita selalu.

Menyelami warna indah birumu semakin membuatku terjatuh dalam rasa yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Tidak bijak jika aku berkata, orang baik hanya dengan orang baik setelah beberapa kali kekecewaan yang aku alami. Bukankah kita hanya dihadapkan sebuah pilihan dari sekian kemungkian sikap yang akan kita lakukan.

Kita mulai dengan pertemanan disetiap harinya. Teman yang bisa menerima dalam keadaan terburuk dan menjadi inspirasi untuk selalu menjadi lebih baik. Begitulah kita.

Sudah satu revolusi kita melintas bersama. Aku memang tersengal-sengal mengejarmu, tapi aku tau kau pun sabar menungguku di depan. akan tiba saatnya kita akan dalam posisi yang sama. Aku akan sampai ditempatmu. Jadi kau tak perlu lagi menungguku.
Tapi apalah arti itu semua. Bukankah semua itu sebagian dari pengorbanan yang harus dijalani dan dinikmati? Ku harap demikian adanya.

Rabu, 18 Juli 2012

Foto

 Gue bukan orang yang pandai atau menguasai teknik perfotoan. ini sengaja diunggah karena gue seneng aja sama foto-foto ini. foto ini diambil dengan modal pinjaman SLR temen hehe temanya "Rebel"... sok dinikmati... gak juga gak apa-apa :)





Senin, 02 Juli 2012

Balada Ketilang Polisi


Tahun lalu gue pernah ke tilang di lampu merah Harmoni. Waktu itu, gue baru aja begadang malamnya kumpul sama Kampreet. Tidur jam 4 pagi buat gue rada sempoyongan buat balik ke kosan. Jam 6 paginya, gue udah bangunin Ipot buat langsung cabut ke kosan tapi sebelumnya nganterin dulu si doi ke Cikini.
Mata masih merem-melek gue ngendarain motor dari Cengkareng. Sampai Roxy gue masih selamet. Ipot gue rasa masih tidur di belakang. Nyampe Harmoni, sial banget… gara-gara gak nyalain lampu gue diberentiin polisi. Padahal gue udah nyalain pas jarak sekitaran 5 meter dari dia. Tetep aja ketauan. Pas banget lampu lallu lintas udah merah. Orang lagi rame-ramenya nunggu lampu jadi ijo lagi. Berentilah gue di samping tiang lampu merah. Gue inget betul itu udah jam 7 lewat. Matahari lagi terang-benderang. Terlibatlah adu mulut ama tuh Polisi.

“Misi mbak, surat-suratnya tolong diperlihatkan?” pintanya.
Untung gue udah buat SIM dari kapan tau. Gue pamerin dah tuh SIM dan STNK.
“Gini mbak… tadi Mbak gak nyalain lampu. Jadi mbak saya tilang,” ujarnya mantap.
“Ya elah, Pak. Saya kudu ke kampus. Udah mau jam 8. Saya ada ujian, Pak!” alasan paling top yang sering digunain sama anak sekolah haha.
“Gak bisa, Mbak. Mbak udah ngelanggar peraturan tidak menyalakan lampu,” tegasnya.
Geram gue. Tadinya ngantuk jadi melotot ini mata. Ipot udah bisik-bisik nyuruh gue kalem supaya damai. Ipot juga udah bujuk-bujuk tuh polisi gak mempan juga.
“Saya tilang ya!” Polisi itu langsung nulis di kertas merah dan bersamaan mensteples SIM gue jadi satu sama tuh kertas.
“Pak, ngapain sih nyalain lampu. Kata Ibu saya, itu sama aja gak mensyukuri nikmat Tuhan. Orang terang benderang begini nyalain lampu!!!” ujar gue sedikit berteriak. Orang-orang di sekeliling gue langsung pada nengok.
Polisi sempat terdiam, lalu… “Mbak tanya saja sama RUMPUT YANG BERGOYANG!” jawabnya enteng.
Eettt dah! Tuh polisi ngelawak dia…